Senin, 02 November 2015

Refleksi Filsafat Ilmu 7

Hidup itu
“Menembus Ruang dan Waktu”

Tulisan ini merupakan refleksi ketujuh dari perkuliahan filsafat ilmu pertemuan ketujuh pada hari Selasa, 27 Oktober 2015 bertempat di ruang 305B Gedung lama pascasarjana pukul 11.10 – 12.50 WIB yang dihadiri oleh mahasiswa S2 Pendidikan Matematika kelas A dengan dosen pengampu Prof. Dr. Marsigith. MA. Pada perkuliahan tersebut beliau membahas tentang manembus ruang dan waktu. Pada pertemuan kali ini, diawali dengan tes jawab singkat seperti pertemuan-pertemuan sebelumnya dengan tema menembus ruang dan waktu yang ternyata masih banyak sekali kesalahan-kesalahan saya dalam menjawab tes tersebut, hal ini menyadarkan bahwa saya masih belum memahami filsafat dan harus lebih banyak lagi belajar dan membaca. Refleksi dari tes jawab singkat pada pertemuan kali ini yaitu sebagai berikut:
Pertanyaan
Jawaban
1.        Spiritualnya Material
Ciptaan Tuhan
2.        Materialnya Spiritual
Perangkat Ibadah
3.        Spiritualnya Formal
Doa
4.        Formalnya Spiritual
Ritual
5.        Spiritualnya Normatif
Logika Tuhan
6.        Normatifnya Spiritual
Ilmu
7.        Spiritualnya Wadah
Ciptaan Tuhan
8.        Wadahnya Spiritual
Agama
9.        Spiritualnya Isi
Ciptaan Tuhan
10.    Isinya Spiritual
Kuasa Tuhan
11.    Normalnya Material
Ilmu Pengetahuan
12.    Materialnya Normatif
Museum
13.    Normatifnya Formal
Ilmu Hukum
14.    Formalnya Normatif
Perayaan
15.    Psikologinya Material
Gejala Material
16.    Materialnya Psikologi
Tindakan Psikologi
17.    Spiritualnya Logika
Logika Tuhan
18.    Logikanya Spiritual
Kajian Spiritual
19.    Spiritualnya Pengalaman
Kehendak Tuhan
20.    Pengalamannya Spiritual
Ibadah
21.    Spiritualnya Konsisten
Ketetapan Tuhan
22.    Konsistennya Spiritual
Istiqomah
23.    Spiritualnya Analitis
Tuhan Maha Konsisten
24.    Analitisnya Spiritual
Kuasa Tuhan
25.    Spiritualnya A priori
Berpikir untuk Ibadah
26.    A priorinya Spiritual
Keyakinan
27.    Spiritualnya Sintesis
Kehendak Tuhan
28.    Sintesisnya Spiritual
Surga
29.    Spiritualnya Identitas
Monisme
30.    Identitas Spiritual
Esa
31.    Spiritualnya Kontradiksi
Kuasa Tuhan
32.    Kontradiksinya Spiritual
Ciptaan Tuhan            
33.    Normatifnya Analitis
Metakognisi
34.    Analitisnya Normatif
Analitis
35.    Normatifnya A priori
Metakognisi
36.    A priorinya Normatif
A priori
37.    Normatifnya Sintesis
Sebab Akibat
38.    Sintesisnya Normatif
Sintetik
39.    Spiritualnya A posteriori
Keagungan Tuhan
40.    A posteriorinya Spiritual
Ibadahnya Anak kecil
41.    A posteriorinya Analitis
Pengalaman
42.    Analitisnya A posteriori
A posteriori
43.    Spirtualnya Transenden
Kuasa Tuhan
44.    Transendennya Spiritual
Petunjuk Tuhan
45.    Normatifnya Analitis
Logika Para Dewa
46.    Analitisnya Normatif
Normatif
47.    Formatifnya Transenden
Pertunjukan Wayang
48.    Transendennya Formatif
Ketentuan Para Dewa
49.    Transendennya Khayalan
Ridho Tuhan
50.    Transendennya Spiritual
Ucapan Spiritual


Setelah melakukan tes jawab singkat, Bapak memberikan kesempatan bagi kami para mahasiswa untuk mengajukan pertanyaan. Beberapa pertanyaan yang muncul dan peryataan dari Bapak Prof. Marsigit saya coba refleksikan dalam tulisan berikut ini:

Pertanyaan 1: Kami sebagai mahasiswa merasa bahwa, sudah berkali-kali tes, tetapi tidak ada peningkatan, tetapi tidak ada peningkatan, nilai yang didapatkan selalu memprihatinkan, berpikir saja salah apalagi tidak berpikir. Disini, apakah pikiran yang harus disalahkan??

Ini merupakan hal yang wajar dikarenakan seorang mahasiswa pemula belum membaca atau banyak hal. Jadi, ketika seseorang salah dalam hal yang tidak diketahuinya maka ia benar.  Hal ini disebut fallibsm. Agar terdapat peningkatan pada tes jawab singkat tersebut, maka tingkatkanlah membaca, dengan meningkatkan bacaan maka logika berpikir seseorang akan berkembang. Salah satu tujuan dari tes jawab singkat ini adalah agar seseorang menjadi rendah hati dalam bidang keilmuan atau tidak sombong dalam menuntut ilmu. Kesombongan jika diartikan dalam normatif yaitu mitos di dalam pikiran yang berarti sudah merasa jelas terhadap ilmu atau sesuatu yang diketahuinya, dan secara tidak sadar seseorang tersebut sudah terkena mitos. Berfilsafat adalah kegiatan berpikir, tetapi dalam kegiatan tersebut mempunyai batas, yaitu batas spiritual. Dalam batas spritual pikiran harus berhenti, ketika berdoa haruslah ikhlas dan khusyuk, fokus dan tidak ada yang dipikirkan. Sebenar-benarnya berdoa adalahketika seseorang tidak menyadari bahwa ia sedang berdoa. Filsafat adalah diri seseorang itu sendiri. Maka bangunlah diri dengan bacaan-bacaan yang telah dipilih.

Pertanyaan 2: Bagaimana pandangan filsafat mengenai pemimpin yang sesuai dengan ruang dan waktu?

Dari sisi filsafat, jika membicarakan pemimpin dan dipimpin itu adalah struktur dunia yang berdimensi. Seorang pemimpin itu dimensinya lebih tinggi. Seorang pemimpin itu adalah dewanya yang dipimpin. Logika para dewa itu adalah logika para pemimpin. Logika kakak terhadap adiknya, seorang adik tidak mengerti bagaimana logika dari kakaknya, adik menganggap bahwa pikiran kakaknya itu merupakan logika para dewa. Bagi seorang adik, kakaknya itu adalah transeden.
Hubungan antara pemimpin dan dipimpin secara analogi merupakan hubungan antara subyek dan predikat. Seorang pemimpin memiliki dimensi lebih tinggi dari yang dipimpin maka pikiran dan pengalamannya harus lebih dalam dan luas, begitu juga dilihat dari sisi fisik dan bentuk formalnya. Misalkan, seseorang yang menempuh studi ke jenjang doktoral, hal ini tentu saja akan meningkatkan dimensi dan dapat menambah pengalaman diri.
Tetapi tidak selamanya pemimpin itu menjadi hebat, ada kalanya ia mengalami fase-fase dimana menjadi lemah dan lupa karena roda kehidupan selalu berputar, seseorang tidak dapat selalu diam pada suatu titik meskipun ia ingin. Pemimpin yang sesuai dengan ruang dan waktu adalah pemimpin yang dapat mengemban amanah dan tidak semena-mena menentukan nasib dari para yang dipimpinnya.

Pertanyaan 3: Dalam mengolah pikiran, menembus ruang dan waktu bertujuan untuk menembus dunia. Bagaimana caranya menembus dunia dengan rasa ikhlas?

cara untuk dapat menembus dunia dengan rasa ikhlas adalah sesuai dengan hukum-hukum Tuhan, karena menembus ruang dan waktu serta ikhlas adalah kodrat-Nya. Maka dalam filsafat, ikhlas itu satu level di bawah spiritual. Keikhlasan itu adalah menembus ruang dan waktu dengan benar. Jika tidak terdapat keikhlasan pada diri seseorang, maka ia akan kesulitan dalam menenmbus ruang dan waktu. Sebenarnya hidup adalah keikhlasan itu sendiri dan merupakan kodrat Tuhan. Maka sebenar-benarnya jidu adalah menjalani sesuai dengan kodrat-Nya. Jika terdapat pemaksaan kehendak pada diri sendiri, itu artinya seseorang itu tidak dapat dikatakan ikhlas dan hal ini merupakan keadaan yang asalah terhadap ruang dan waktu.

Pertayaan 4: Apakah perbedaan para dewa dan power now?

Seorang kakak adalah dewa bagi adik-adiknya, seorang guru dewa bagi murid-muridnya. Sebena-benarbnya dewa disni adalah subyeknya. Daksa merupakan obyeknya. Para mahasiswa dan dosen merupakan daksa jika dewanya adalah para menteri. Di dunia ini, Amerika, Rusia, Cina, merupakan negara para Dewa. Indonesia sendiri adalah negara para daksa. Kenapa dikatakan negara para dewa karena mereka mempunyai nuklir yang kapan saja bisa meluluhlantakkan negara para daksa. Istilah power now itu sendiri adalah ciptaan dari negara para dewa. Secara filsafat, zaman ini disebut sebagai zaman posmo atau istilah sosiologinya adalah kontemporer yang bercokol sebagi dewanya adalah sang power now.

Pertanyaan 5: Bagaimana filsafat memaknai perbedaan agama?

Perbedaan agama itu berdimensi berlevel dari material, formal, normatif dan spiritual. Maka mensiasatinya adalah semua itu harus sesuai dengan ruang dan waktunya serta dimensinya. Maka ketika seseorang sedang beribadah, ia tidak bisa mengajak orang lain yang berbeda keyakinan dengan dirinya. Karena tidak sesuai dengan ruang dan waktu serta dimensi orang tersebut.
Indonesia memiliki dasar falsafah pancasila yaitu monodualisme yang merupakan urusan Tuhan adalah urusan masing-masing dari manusia itu, tetapi urusan manusia dengan manusia lainnya mari bergaul dan dijaga dengan sebaik-baiknya. Pancasila merupakan falsafah yang relevan karena mencerminkan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang toleran yaitu bangsa yang saling menghargai perbedaan satu sama lain.


0 komentar:

Posting Komentar