Hidup itu
“Menembus Ruang dan Waktu”
Tulisan
ini merupakan refleksi ketujuh dari perkuliahan filsafat ilmu pertemuan ketujuh
pada hari Selasa, 27 Oktober 2015 bertempat di ruang 305B Gedung lama
pascasarjana pukul 11.10 – 12.50 WIB yang dihadiri oleh mahasiswa S2 Pendidikan
Matematika kelas A dengan dosen pengampu Prof. Dr. Marsigith. MA. Pada
perkuliahan tersebut beliau membahas tentang manembus ruang dan waktu. Pada pertemuan
kali ini, diawali dengan tes jawab singkat seperti pertemuan-pertemuan
sebelumnya dengan tema menembus ruang dan waktu yang ternyata masih banyak
sekali kesalahan-kesalahan saya dalam menjawab tes tersebut, hal ini
menyadarkan bahwa saya masih belum memahami filsafat dan harus lebih banyak
lagi belajar dan membaca. Refleksi dari tes jawab singkat pada pertemuan kali
ini yaitu sebagai berikut:
Pertanyaan
|
Jawaban
|
1.
Spiritualnya Material
|
Ciptaan
Tuhan
|
2.
Materialnya Spiritual
|
Perangkat
Ibadah
|
3.
Spiritualnya Formal
|
Doa
|
4.
Formalnya Spiritual
|
Ritual
|
5.
Spiritualnya Normatif
|
Logika
Tuhan
|
6.
Normatifnya Spiritual
|
Ilmu
|
7.
Spiritualnya Wadah
|
Ciptaan
Tuhan
|
8.
Wadahnya Spiritual
|
Agama
|
9.
Spiritualnya Isi
|
Ciptaan
Tuhan
|
10. Isinya
Spiritual
|
Kuasa
Tuhan
|
11. Normalnya
Material
|
Ilmu
Pengetahuan
|
12. Materialnya
Normatif
|
Museum
|
13. Normatifnya
Formal
|
Ilmu
Hukum
|
14. Formalnya
Normatif
|
Perayaan
|
15. Psikologinya
Material
|
Gejala
Material
|
16. Materialnya
Psikologi
|
Tindakan
Psikologi
|
17. Spiritualnya
Logika
|
Logika
Tuhan
|
18. Logikanya
Spiritual
|
Kajian
Spiritual
|
19. Spiritualnya
Pengalaman
|
Kehendak
Tuhan
|
20. Pengalamannya
Spiritual
|
Ibadah
|
21. Spiritualnya
Konsisten
|
Ketetapan
Tuhan
|
22. Konsistennya
Spiritual
|
Istiqomah
|
23. Spiritualnya
Analitis
|
Tuhan
Maha Konsisten
|
24. Analitisnya
Spiritual
|
Kuasa
Tuhan
|
25. Spiritualnya
A priori
|
Berpikir
untuk Ibadah
|
26. A
priorinya Spiritual
|
Keyakinan
|
27. Spiritualnya
Sintesis
|
Kehendak
Tuhan
|
28. Sintesisnya
Spiritual
|
Surga
|
29. Spiritualnya
Identitas
|
Monisme
|
30. Identitas
Spiritual
|
Esa
|
31. Spiritualnya
Kontradiksi
|
Kuasa
Tuhan
|
32. Kontradiksinya
Spiritual
|
Ciptaan Tuhan
|
33. Normatifnya
Analitis
|
Metakognisi
|
34. Analitisnya
Normatif
|
Analitis
|
35. Normatifnya
A priori
|
Metakognisi
|
36. A
priorinya Normatif
|
A
priori
|
37. Normatifnya
Sintesis
|
Sebab
Akibat
|
38. Sintesisnya
Normatif
|
Sintetik
|
39. Spiritualnya
A posteriori
|
Keagungan
Tuhan
|
40. A
posteriorinya Spiritual
|
Ibadahnya
Anak kecil
|
41. A
posteriorinya Analitis
|
Pengalaman
|
42. Analitisnya
A posteriori
|
A
posteriori
|
43. Spirtualnya
Transenden
|
Kuasa
Tuhan
|
44. Transendennya
Spiritual
|
Petunjuk
Tuhan
|
45. Normatifnya
Analitis
|
Logika
Para Dewa
|
46. Analitisnya
Normatif
|
Normatif
|
47. Formatifnya
Transenden
|
Pertunjukan
Wayang
|
48. Transendennya
Formatif
|
Ketentuan
Para Dewa
|
49. Transendennya
Khayalan
|
Ridho
Tuhan
|
50. Transendennya
Spiritual
|
Ucapan
Spiritual
|
Setelah melakukan tes jawab singkat, Bapak memberikan
kesempatan bagi kami para mahasiswa untuk mengajukan pertanyaan. Beberapa
pertanyaan yang muncul dan peryataan dari Bapak Prof. Marsigit saya coba
refleksikan dalam tulisan berikut ini:
Pertanyaan 1: Kami sebagai
mahasiswa merasa bahwa, sudah berkali-kali tes, tetapi tidak ada peningkatan,
tetapi tidak ada peningkatan, nilai yang didapatkan selalu memprihatinkan,
berpikir saja salah apalagi tidak berpikir. Disini, apakah pikiran yang harus
disalahkan??
Ini
merupakan hal yang wajar dikarenakan seorang mahasiswa pemula belum membaca
atau banyak hal. Jadi, ketika seseorang salah dalam hal yang tidak diketahuinya
maka ia benar. Hal ini disebut fallibsm.
Agar terdapat peningkatan pada tes jawab singkat tersebut, maka tingkatkanlah
membaca, dengan meningkatkan bacaan maka logika berpikir seseorang akan
berkembang. Salah satu tujuan dari tes jawab singkat ini adalah agar seseorang
menjadi rendah hati dalam bidang keilmuan atau tidak sombong dalam menuntut
ilmu. Kesombongan jika diartikan dalam normatif yaitu mitos di dalam pikiran
yang berarti sudah merasa jelas terhadap ilmu atau sesuatu yang diketahuinya,
dan secara tidak sadar seseorang tersebut sudah terkena mitos. Berfilsafat
adalah kegiatan berpikir, tetapi dalam kegiatan tersebut mempunyai batas, yaitu
batas spiritual. Dalam batas spritual pikiran harus berhenti, ketika berdoa
haruslah ikhlas dan khusyuk, fokus dan tidak ada yang dipikirkan. Sebenar-benarnya
berdoa adalahketika seseorang tidak menyadari bahwa ia sedang berdoa. Filsafat
adalah diri seseorang itu sendiri. Maka bangunlah diri dengan bacaan-bacaan
yang telah dipilih.
Pertanyaan 2: Bagaimana pandangan
filsafat mengenai pemimpin yang sesuai dengan ruang dan waktu?
Dari
sisi filsafat, jika membicarakan pemimpin dan dipimpin itu adalah struktur
dunia yang berdimensi. Seorang pemimpin itu dimensinya lebih tinggi. Seorang
pemimpin itu adalah dewanya yang dipimpin. Logika para dewa itu adalah logika
para pemimpin. Logika kakak terhadap adiknya, seorang adik tidak mengerti
bagaimana logika dari kakaknya, adik menganggap bahwa pikiran kakaknya itu
merupakan logika para dewa. Bagi seorang adik, kakaknya itu adalah transeden.
Hubungan
antara pemimpin dan dipimpin secara analogi merupakan hubungan antara subyek
dan predikat. Seorang pemimpin memiliki dimensi lebih tinggi dari yang dipimpin
maka pikiran dan pengalamannya harus lebih dalam dan luas, begitu juga dilihat
dari sisi fisik dan bentuk formalnya. Misalkan, seseorang yang menempuh studi
ke jenjang doktoral, hal ini tentu saja akan meningkatkan dimensi dan dapat
menambah pengalaman diri.
Tetapi
tidak selamanya pemimpin itu menjadi hebat, ada kalanya ia mengalami fase-fase
dimana menjadi lemah dan lupa karena roda kehidupan selalu berputar, seseorang
tidak dapat selalu diam pada suatu titik meskipun ia ingin. Pemimpin yang
sesuai dengan ruang dan waktu adalah pemimpin yang dapat mengemban amanah dan
tidak semena-mena menentukan nasib dari para yang dipimpinnya.
Pertanyaan 3: Dalam mengolah
pikiran, menembus ruang dan waktu bertujuan untuk menembus dunia. Bagaimana
caranya menembus dunia dengan rasa ikhlas?
cara
untuk dapat menembus dunia dengan rasa ikhlas adalah sesuai dengan hukum-hukum
Tuhan, karena menembus ruang dan waktu serta ikhlas adalah kodrat-Nya. Maka
dalam filsafat, ikhlas itu satu level di bawah spiritual. Keikhlasan itu adalah
menembus ruang dan waktu dengan benar. Jika tidak terdapat keikhlasan pada diri
seseorang, maka ia akan kesulitan dalam menenmbus ruang dan waktu. Sebenarnya
hidup adalah keikhlasan itu sendiri dan merupakan kodrat Tuhan. Maka
sebenar-benarnya jidu adalah menjalani sesuai dengan kodrat-Nya. Jika terdapat
pemaksaan kehendak pada diri sendiri, itu artinya seseorang itu tidak dapat
dikatakan ikhlas dan hal ini merupakan keadaan yang asalah terhadap ruang dan
waktu.
Pertayaan 4: Apakah perbedaan para
dewa dan power now?
Seorang
kakak adalah dewa bagi adik-adiknya, seorang guru dewa bagi murid-muridnya.
Sebena-benarbnya dewa disni adalah subyeknya. Daksa merupakan obyeknya. Para
mahasiswa dan dosen merupakan daksa jika dewanya adalah para menteri. Di dunia
ini, Amerika, Rusia, Cina, merupakan negara para Dewa. Indonesia sendiri adalah
negara para daksa. Kenapa dikatakan negara para dewa karena mereka mempunyai
nuklir yang kapan saja bisa meluluhlantakkan negara para daksa. Istilah power
now itu sendiri adalah ciptaan dari negara para dewa. Secara filsafat, zaman
ini disebut sebagai zaman posmo atau istilah sosiologinya adalah kontemporer
yang bercokol sebagi dewanya adalah sang power now.
Pertanyaan 5: Bagaimana filsafat
memaknai perbedaan agama?
Perbedaan
agama itu berdimensi berlevel dari material, formal, normatif dan spiritual.
Maka mensiasatinya adalah semua itu harus sesuai dengan ruang dan waktunya
serta dimensinya. Maka ketika seseorang sedang beribadah, ia tidak bisa
mengajak orang lain yang berbeda keyakinan dengan dirinya. Karena tidak sesuai
dengan ruang dan waktu serta dimensi orang tersebut.
Indonesia
memiliki dasar falsafah pancasila yaitu monodualisme yang merupakan urusan
Tuhan adalah urusan masing-masing dari manusia itu, tetapi urusan manusia
dengan manusia lainnya mari bergaul dan dijaga dengan sebaik-baiknya. Pancasila
merupakan falsafah yang relevan karena mencerminkan bangsa Indonesia sebagai
bangsa yang toleran yaitu bangsa yang saling menghargai perbedaan satu sama
lain.
0 komentar:
Posting Komentar