FILSAFAT ITU..
(Tetap
dan Berubah)
Aida Rukmana Hadi (15709251093)
Tulisan ini merupakan refleksi ketiga dari perkuliahan filsafat
ilmu pertemuan ketiga pada hari Selasa, 22 September 2015 bertempat di ruang
305B Gedung lama pascasarjana pukul 11.10 – 12.50 WIB yang dihadiri oleh
mahasiswa S2 Pendidikan Matematika kelas A dengan dosen pengampu Prof. Dr.
Marsigith. MA. Setiap pertemuan kami harus selalu mempunyai lembar pertanyaan
minimal terisi satu pertanyaan. Pertanyaan tersebut bukan hanya berupa tulisan
tetapi juga berupa pertanyaan lisan atau spontan agar perkuliahan menjadi
interaktif.
Pertanyaan 1: Menurut
sudut pandang filsafat, mengapa murid-murid cenderung memilih hal-hal yang
lebih mudah atau instan daripada persoalan yang sulit? (Bu Retno)
Jika memang ada yang mudah, mengapa mencari hal yang sulit. Jika
bisa dipermudah mengapa mempersulit diri, kita misalkan kalimat ini adalah poin
A. Jika poin A merupakan tesis maka antitesisnya adalah jika bisa melakukan hal
sulit, mengapa mencari hal mudah dan kita misalkan kalimat ini poin B. Dilihat
dari segi psikologi, perbandingannya antara poin A dan poin B merupakan keadaan
yang sangat berbeda. Pertama, identifikasi keadaan psikologis seseorang yang
lebih memilih poin A adalah tidak mau berjuang, masih nyaman pada zona
kenyamanannya, tidak mau meningkatkan diri, gampang menyerah, tidak ingin
berkembang, tidak mau bekerja keras, defensif, tidak cerdas, dan sebagainya.
Kedua, Seseorang yang lebih memilih poin B keadaan psikologisnya kebalikan dari
poin A yaitu suka tantangan, ingin berkembang, ingin meningkatkan diri, dan
sebagainya. Jadi, hidup itu adalah interaksi antara poin A dan poin B. Jika
ingin menjadi pribadi yang lebih baik berpindahlah dari poin A ke poin B.
Pertanyaan 2: Bagaimana
tanggapan filsafat tentang penciptaan alam semesta dengan konsep ada dan tiada?
(Heru)
Teori Darwin yang menyatakan bahwa nenek moyang manusia adalah
seekor kera. Sementara dalam agama, percaya bahwa nenek moyang manusia adalah
manusia yakni Nabi Adam as. Darwin membuat teori evolusi, hukum sebab akibat
bahwa jika manusia belajar terbang terus menerus selama hidupnya dan hal
tersebut diturunkan kepada anak cucunya dalam kurun waktu bermiliar-miliar
tahun harapannya suatu ketika manusia bisa terbang. Ini juga merupakan teori
pengembang potensi diri yang kemudian dikembangkan oleh Immanuel Kant yakni
sebagai teleologi. Segala macam perkiraan termasuk ilmu teleologi ini. Teori
evolusi menurut filsafat merupakan segala sesuatu mengalami perubahan. Tidak
ada di dunia ini yang tidak mengalami perubahan. Tetapi pendapat seperti itu
merupakan sebagian dari dunia karena sebagian dari dunia yang lain berpendapat
bahwa segala sesuatu bersifat tetap. Dari sudut pandang filsafat, hidup itu
adalah interaksi antara yang tetap kepada yang berubah. Contoh dari hal yang
tetap adalah keyakinan kita kepada Tuhan. Keyakinan itu merupakan hal yang
tetap dan tidak mengalami perubahan sampai dunia kiamat manusia tetap sebagai
ciptaan Tuhan tidak ada yang mampu merubah itu. Jadi, di dalam diri manusia itu
terdapat dua unsur yakni unsur tetap dan berubah dan unsur-unsur ini merupakan
salah satu sifat-sifat dari objek filsafat yang ada dan mungkin ada. Ternyata,
hidup itu adalah tetap di dalam perubahan dan berubah di dalam ketetapan. Dari
segi spiritualitas, kebenaran bersifat absolut atau merupakan ketetapan bahwa
manusia mempunyai nenek moyang yaitu Nabi Adam as.
Pertanyaan 3: Mengapa
teori Big Bang dan teori Evolusi bisa diterima dan dipublikasikan tanpa ada
bukti yang konkrit tentang itu? (Ricky)
Teori-teori tersebut bisa dikenal karena memang ditulis, adanya
buku sebagai rujukan lalu dipublikasikan, adanya sponsor, dan adanya manfaat.
Sama halnya ketika memikirkan teori big bang, memang bermanfaat untuk hal-hal
tertentu tetapi ketika sudah mencapai unsur-unsur akidah atau keyakinan kita
sebagai umat beragama teori ini hanya untuk sebagai ilmu pengetahuan dan bukan
untuk diyakini.
Pertanyaan 4: Ada
beberapa takdir yang merupakan ketetapan Allah swt seperti kematian. Kematian
seseorang juga berbeda-beda contohnya bunuh diri. Kemudian, apakah bunuh diri
merupakan ketetapan Allah? Bagaimana dengan amal-amal baik yang sudah dilakukan
selama hidup, apakah itu menjadi sia-sia? (Ulin)
Dalam filsafat, takdir merupakan sesuatu yang sudah terjadi karena
pikiran manusia. Dalam spiritual, takdir itu bukan hanya yang sudah terjadi
tetapi juga yang akan terjadi. Maka hal-hal yang belum terjadi itu menjadi
ikhtiar kita. Untuk bisa berikhtiar manusia harus memiliki potensi dan hidup
manusia tidak lepas dari takdir. Hidup adalah pilihan yang diberikan Tuhan
yaitu berupa lahir, jodoh, dan mati.
Pertanyaan 5: Apakah filsafat bertentangan dengan motivator? Filsafat mengatakan
bahwa segala sesuatu yang terjadi sudah ditetapkan oleh Tuhan sedangkan
motivator mempunyai target penyempurna. (Asmi)
Segala sesuatu itu selalu berpasang-pasangan. Diriku adalah sebuah
tesis dan selain dari diriku itu antitesisnya. Dalam filsafat, ketetapan yang sudah tertera dalam agama itu
adalah tesis sedangkan antitesisnya adalah ikhtiar yang berupa potensi. Dan
tugas dari motivator adalah mengembangkan potensi-potensi manusia agar dapat
berikhtiar dengan baik. Maka sebenar-benar hidup adalah berkembang dan
berubahnya sebuah potensi dari ada menjadi pengada melalui mengada. Bedanya
motivator dan filosopher adalah motivator itu mempunyai kontrol dan kendali
sedangkan filosopher itu mengadakan refleksi.
Pertanyaan 6: Bagaimana
mensinergikan apa yang ada di pikiran dengan yang ada di hati, agar tidak
menimbulkan kontradiksi terhadap apa yang dilakukan sehingga tidak menjadi
penyesalan. (Fitri)
Setiap manusia pasti menghasilkan kontradiksi-kontradiksi tetapi
tergantung kontradiksi mana yang ia pilih untuk dihasilkan. Kontradiksi yang
produktif atau yang non produktif. Semakin tinggi spiritualitas diri, maka
semakin kecil kontradiksi seseorang. Hanya Tuhan lah yang tidak mengenal
kontradiksi karena Dia Yang Maha Sempurna. Jadi, wajar jika manusia memiliki
kontradiksi dikarenakan ketidaksempurnaannya. Ilmu pengetahuan bersifat
kontradiktif, pengetahuan itu merupakan pertentangan antara tesis dan antitesis
sehingga bersintesis menjadi pengetahuan baru. Maka kembangkanlah kontradiksi
dalam pikiran, tetapi jangan sampai kontradiksi itu menyentuh hati. Jika
kontradiksi mengenai hati, maka akan tumbuh penyakit-penyakit hati seperti rasa
penyesalan itu. Hanya Sang Pemilik Hatilah yang mampu menghilangkannya. Maka
satu-satunya cara menghilangkan penyakit hati tersebut adalah dengan berdoa,
memohon perlindungan dan pertolongan kepada Sang Pemilik Hati yaitu Tuhan Yang
Maha Esa.
Terimakasih...
0 komentar:
Posting Komentar