Senin, 28 September 2015

Refleksi Filsafat Ilmu 3



FILSAFAT ITU..
(Tetap dan Berubah)

Aida Rukmana Hadi (15709251093)

Tulisan ini merupakan refleksi ketiga dari perkuliahan filsafat ilmu pertemuan ketiga pada hari Selasa, 22 September 2015 bertempat di ruang 305B Gedung lama pascasarjana pukul 11.10 – 12.50 WIB yang dihadiri oleh mahasiswa S2 Pendidikan Matematika kelas A dengan dosen pengampu Prof. Dr. Marsigith. MA. Setiap pertemuan kami harus selalu mempunyai lembar pertanyaan minimal terisi satu pertanyaan. Pertanyaan tersebut bukan hanya berupa tulisan tetapi juga berupa pertanyaan lisan atau spontan agar perkuliahan menjadi interaktif.
Pertanyaan 1: Menurut sudut pandang filsafat, mengapa murid-murid cenderung memilih hal-hal yang lebih mudah atau instan daripada persoalan yang sulit? (Bu Retno)
Jika memang ada yang mudah, mengapa mencari hal yang sulit. Jika bisa dipermudah mengapa mempersulit diri, kita misalkan kalimat ini adalah poin A. Jika poin A merupakan tesis maka antitesisnya adalah jika bisa melakukan hal sulit, mengapa mencari hal mudah dan kita misalkan kalimat ini poin B. Dilihat dari segi psikologi, perbandingannya antara poin A dan poin B merupakan keadaan yang sangat berbeda. Pertama, identifikasi keadaan psikologis seseorang yang lebih memilih poin A adalah tidak mau berjuang, masih nyaman pada zona kenyamanannya, tidak mau meningkatkan diri, gampang menyerah, tidak ingin berkembang, tidak mau bekerja keras, defensif, tidak cerdas, dan sebagainya. Kedua, Seseorang yang lebih memilih poin B keadaan psikologisnya kebalikan dari poin A yaitu suka tantangan, ingin berkembang, ingin meningkatkan diri, dan sebagainya. Jadi, hidup itu adalah interaksi antara poin A dan poin B. Jika ingin menjadi pribadi yang lebih baik berpindahlah dari poin A ke poin B.
Pertanyaan 2: Bagaimana tanggapan filsafat tentang penciptaan alam semesta dengan konsep ada dan tiada? (Heru)
Teori Darwin yang menyatakan bahwa nenek moyang manusia adalah seekor kera. Sementara dalam agama, percaya bahwa nenek moyang manusia adalah manusia yakni Nabi Adam as. Darwin membuat teori evolusi, hukum sebab akibat bahwa jika manusia belajar terbang terus menerus selama hidupnya dan hal tersebut diturunkan kepada anak cucunya dalam kurun waktu bermiliar-miliar tahun harapannya suatu ketika manusia bisa terbang. Ini juga merupakan teori pengembang potensi diri yang kemudian dikembangkan oleh Immanuel Kant yakni sebagai teleologi. Segala macam perkiraan termasuk ilmu teleologi ini. Teori evolusi menurut filsafat merupakan segala sesuatu mengalami perubahan. Tidak ada di dunia ini yang tidak mengalami perubahan. Tetapi pendapat seperti itu merupakan sebagian dari dunia karena sebagian dari dunia yang lain berpendapat bahwa segala sesuatu bersifat tetap. Dari sudut pandang filsafat, hidup itu adalah interaksi antara yang tetap kepada yang berubah. Contoh dari hal yang tetap adalah keyakinan kita kepada Tuhan. Keyakinan itu merupakan hal yang tetap dan tidak mengalami perubahan sampai dunia kiamat manusia tetap sebagai ciptaan Tuhan tidak ada yang mampu merubah itu. Jadi, di dalam diri manusia itu terdapat dua unsur yakni unsur tetap dan berubah dan unsur-unsur ini merupakan salah satu sifat-sifat dari objek filsafat yang ada dan mungkin ada. Ternyata, hidup itu adalah tetap di dalam perubahan dan berubah di dalam ketetapan. Dari segi spiritualitas, kebenaran bersifat absolut atau merupakan ketetapan bahwa manusia mempunyai nenek moyang yaitu Nabi Adam as.
Pertanyaan 3: Mengapa teori Big Bang dan teori Evolusi bisa diterima dan dipublikasikan tanpa ada bukti yang konkrit tentang itu? (Ricky)
Teori-teori tersebut bisa dikenal karena memang ditulis, adanya buku sebagai rujukan lalu dipublikasikan, adanya sponsor, dan adanya manfaat. Sama halnya ketika memikirkan teori big bang, memang bermanfaat untuk hal-hal tertentu tetapi ketika sudah mencapai unsur-unsur akidah atau keyakinan kita sebagai umat beragama teori ini hanya untuk sebagai ilmu pengetahuan dan bukan untuk diyakini.
Pertanyaan 4: Ada beberapa takdir yang merupakan ketetapan Allah swt seperti kematian. Kematian seseorang juga berbeda-beda contohnya bunuh diri. Kemudian, apakah bunuh diri merupakan ketetapan Allah? Bagaimana dengan amal-amal baik yang sudah dilakukan selama hidup, apakah itu menjadi sia-sia? (Ulin)
Dalam filsafat, takdir merupakan sesuatu yang sudah terjadi karena pikiran manusia. Dalam spiritual, takdir itu bukan hanya yang sudah terjadi tetapi juga yang akan terjadi. Maka hal-hal yang belum terjadi itu menjadi ikhtiar kita. Untuk bisa berikhtiar manusia harus memiliki potensi dan hidup manusia tidak lepas dari takdir. Hidup adalah pilihan yang diberikan Tuhan yaitu berupa lahir, jodoh, dan mati.
Pertanyaan 5:  Apakah filsafat bertentangan dengan motivator? Filsafat mengatakan bahwa segala sesuatu yang terjadi sudah ditetapkan oleh Tuhan sedangkan motivator mempunyai target penyempurna. (Asmi)
Segala sesuatu itu selalu berpasang-pasangan. Diriku adalah sebuah tesis dan selain dari diriku itu antitesisnya. Dalam filsafat,  ketetapan yang sudah tertera dalam agama itu adalah tesis sedangkan antitesisnya adalah ikhtiar yang berupa potensi. Dan tugas dari motivator adalah mengembangkan potensi-potensi manusia agar dapat berikhtiar dengan baik. Maka sebenar-benar hidup adalah berkembang dan berubahnya sebuah potensi dari ada menjadi pengada melalui mengada. Bedanya motivator dan filosopher adalah motivator itu mempunyai kontrol dan kendali sedangkan filosopher itu mengadakan refleksi.
Pertanyaan 6: Bagaimana mensinergikan apa yang ada di pikiran dengan yang ada di hati, agar tidak menimbulkan kontradiksi terhadap apa yang dilakukan sehingga tidak menjadi penyesalan. (Fitri)
Setiap manusia pasti menghasilkan kontradiksi-kontradiksi tetapi tergantung kontradiksi mana yang ia pilih untuk dihasilkan. Kontradiksi yang produktif atau yang non produktif. Semakin tinggi spiritualitas diri, maka semakin kecil kontradiksi seseorang. Hanya Tuhan lah yang tidak mengenal kontradiksi karena Dia Yang Maha Sempurna. Jadi, wajar jika manusia memiliki kontradiksi dikarenakan ketidaksempurnaannya. Ilmu pengetahuan bersifat kontradiktif, pengetahuan itu merupakan pertentangan antara tesis dan antitesis sehingga bersintesis menjadi pengetahuan baru. Maka kembangkanlah kontradiksi dalam pikiran, tetapi jangan sampai kontradiksi itu menyentuh hati. Jika kontradiksi mengenai hati, maka akan tumbuh penyakit-penyakit hati seperti rasa penyesalan itu. Hanya Sang Pemilik Hatilah yang mampu menghilangkannya. Maka satu-satunya cara menghilangkan penyakit hati tersebut adalah dengan berdoa, memohon perlindungan dan pertolongan kepada Sang Pemilik Hati yaitu Tuhan Yang Maha Esa.

Terimakasih...



0 komentar:

Posting Komentar