Minggu, 04 Oktober 2015

Refleksi Filsafat Ilmu 4



Hidup Itu...
(Doa dan Ikhtiar)

Aida Rukmana Hadi (15709251093)

Tulisan ini merupakan refleksi keempat dari perkuliahan filsafat ilmu pertemuan keempat pada hari Selasa, 29 September 2015 bertempat di ruang 305B Gedung lama pascasarjana pukul 11.10 – 12.50 WIB yang dihadiri oleh mahasiswa S2 Pendidikan Matematika kelas A dengan dosen pengampu Prof. Dr. Marsigith. MA. Pada pertemuan kali ini beliau mengajukan tes spontan yang jawabannya kami jawab juga dengan spontan yang kami tulis pada selembar kertas.
Tes itu terdiri dari 50 soal yaitu: Siapa nama anda?, Siapa nama saya?, Siapa nama bapak anda?, Siapa nama ibu anda?, Dimana anda tinggal?, Berapa umur anda?, Berapa berat badan anda?, Berapa tinggi badan anda?, Darimana anda lahir?, Kapan anda lahir?, Apa ini?(sambil beliau mengacungkan jari telunjuk kanan), Apa ini?(sambil beliau menyentuhkan ujung jari telunjuk dengan ujung jari jempol yang membentuk angka nol), Apa ini?(sambil beliau menyilangkan jari telunjuk kanan dan jari telunjuk kiri), Apa ini? (sambil beliau mengacungkan jari telunjuk kanan, jari tengah kanan, dan jari manis kanan secara bersamaan), Berapa ini? (sambil beliau mengacungkan jari telunjuk kanan, jari tengah kanan, dan jari manis kanan secara bersamaan), Berapakah 7 + 4?, Berapakah 8 dibagi 2?, Mengapa anda makan?, Mengapa anda minum?, Apa yang anda bicarakan?, Apa yang dengar?, Apa yang anda pikirkan?, dan sebagainya.. Ternyata jawaban yang kami tuliskan di selebaran kertas itu sangatlah berbeda dengan jawaban yang diberikan oleh bapak. Sebagian besar dari kami memiliki jawaban yang semuanya salah. Padahal pertanyaan-pertanyaan yang diberikan sangatlah sepele dan merupakan pertanyaan-pertanyaan formal yang biasa kita temukan sehari-hari. Tetapi jawaban-jawaban berdasarkan filsafat sangatlah tidak terduga. Misalkan Siapakah nama anda? Yang saya tulis menjadi jawaban adalah Aida Rukmana Hadi.. iya, secara formal memang jawaban itu sangatlah benar tetapi secara filsafat jawaban tersebut salah besar karena  filsafat sangat menghargai ruang dan waktu maka jawaban yang benar adalah belum tentu Aida Rukmana Hadi sebab nama tersebut bisa saja berubah berdasarkan ruang dan waktunya. Jawaban-jawaban itu menyadarkan saya ternyata dalam belajar filsafat kita haruslah santun terhadap ruang dan waktu dan memang dalam mempelajarinya kita harus ikhlas dalam mengolah pikiran kita agar bisa memberikan refleksi yang baik.
Pada pertemuan keempat ini kami juga menyediakan pertanyaan karena dari pertanyaan-pertanyaan tersebut nantinya akan dijawab oleh bapak dan penjelasan-penjelasan dari pertanyaan tersebut akan menjadi ilmu pengetahuan baru bagi kami yang awalnya mungkin ada bagi kami menjadi ada.
Pertanyaan: Mengapa manusia bisa tidur dan mengapa manusia bisa bangun? (Ibu Retno)
Ini sama artinya dengan unsur dasar manusia seperti mengapa jantung manusia berdetak. Secara medis, elektrik, biologis pasti ada jawabannya tetapi itu semua tidak bisa dijadikan sebagai jawaban filsafat. Sebagaimana dengan pertanyaan seorang mahasiswa tentang bagaimana dengan orang yang mencari dzat Tuhan dengan menggunakan teknologi. Secara filsafat jika diekstensikan menurut agama, semua dzat itu sakral termasuk kentut pun sakral. Semua dzat itu berada di dalam pengaruh kuasa Tuhan. Dengan kata lain, tidak heran jika seseorang itu berhasil menemukan dzat Tuhan. Contohnya saja ketika seseorang memegang kepala dan rambut, itu merupakan dzat Tuhan. Hiduplah sesuai dengan kodratnya. Jika seseorang ingin hidup harmoni, maka sesuaikanlah dengan kodrat Tuhan yaitu fatal dan vital. Fatal jika dianalogikan menjadi takdir, kepasrahan diri atau doa sedangkan vital jika dianalogikan menjadi usaha atau ikhtiar kita. Jika hidup fatal saja atau berserah pada nasib saja itu tidak bisa ataupun juga hidup vital saja atau hidup dengan ikhtiar itupun juga tidak bisa. Jika seseorang menghadapi sesuatu seharusnya ikhtiar disertai dengan doa. Memang, kelihatannya ia bersungguh-sungguh dalam berikhtiar tetapi ia tidak tahu secara keseluruhan Tuhan memiliki skema di mana manusia tidak mampu melihatnya. Manusia tidak bisa melihat masa depan, tetapi jika dia mengakui dia bisa melihat masa depan seseorang dan mendahului takdir maka di hati manusia itu terdapat penyakit. Hal itu merupakan potensi hitam dan tujuannya adalah neraka. Surga, malaikat dan unsur-unsurnya merupakan hasil dari potensi baik sedangkan neraka, syaitan dan unsur-unsurnya masuk ke dalam potensi buruk. Manusia dan interaksinya terdiri dari kedua unsur tersebut. Hidup ini unsur dasarnya adalah fatal dan vital. Sesuatu yang sudah terjadi sejak sekarang maupun masa lampau itu jelas merupakan takdir. Seseorang yang percaya dan beriman kepada takdir, ia akan selalu bersyukur atas apapun yang terjadi di waktu lampau yang jelas merupakan kehendak Tuhan. Ia tidak akan menyesali masa lampau yang sudah terjadi. Sehingga ketika seseorang mencari dzat Tuhan dengan teknologi, dia sudah mempunyai pemikiran tentang konsep Tuhan. Konsep-konsep itu terkandung di dalam wadah dan isi. Maka setiap apa yang dipikirkan merupakan sebuah wadah dan setiap yang disebutkan adalah isinya. Dimanapun, kapanpun kita bisa menemukan dzat Tuhan jika ada potensi-potensi yang kita miliki. Jadi sebenar-benarnya hidup adalah sintesis interaksi antara doa dan ikhtiar dan sebenar-benarnya hidup adalah sintesis interaksi antara fatal dan vital.

0 komentar:

Posting Komentar