Minggu, 25 Oktober 2015

Refleksi Filsafat Ilmu 6

HIDUP ITU...
“Santun terhadap RUANG dan WAKTU”

Tulisan ini merupakan refleksi keenam dari perkuliahan filsafat ilmu pertemuan keenam pada hari Selasa, 20 Oktober 2015 bertempat di ruang 305B Gedung lama pascasarjana pukul 11.10 – 12.50 WIB yang dihadiri oleh mahasiswa S2 Pendidikan Matematika kelas A dengan dosen pengampu Prof. Dr. Marsigith. MA. Pada perkuliahan tersebut beliau membahas tentang manembus ruang dan waktu. Pada pertemuan kali ini, diawali dengan tes jawab singkat seperti pertemuan-pertemuan sebelumnya dengan tema menembus ruang dan waktu yang ternyata masih banyak sekali kesalahan-kesalahan saya dalam menjawab tes tersebut, hal ini menyadarkan bahwa saya masih belum memahami filsafat dan harus lebih banyak lagi belajar dan membaca. Refleksi dari tes jawab singkat pada pertemuan kali ini yaitu sebagai berikut:
Ontologinya batu adalah wadah dan isi
Metafisiknya batu adalah yang ada dan mungkin ada
Epistimologinya batu adalah sumber, pembenaran dan manfaat
Fatalnya batu adalah absolut
Vitalnya batu adalah subyek batu
Ketetapannya batu adalah Kuasa Tuhan
Relatifnya batu adalah batu-batuan
Spiritualnya batu adalah tasbih
Normatifnya batu adalah jumlah batu
Estetikanya batu adalah batu hias, batu akik, cincin
Formalnya batu adalah prasasti, monumen
Determinisnya batu adalah batu besar menimpa batu kecil
Potensinya batu adalah pecah
Abstraknya batu adalah sifat batu
Idealnya batu adalah batu sempurna atau Hajar Aswad
Analitiknya batu adalah banyak atau jumlah batu
A priorinya batu adalah magma
Sintesisnya batu adalah semen
Posteriorinya batu adalah batu sandung
Reduksinya batu adalah jatuh
Analognya batu adalah kepala batu
Harmoninya batu adalah seimbang atau tidak seimbang
Wadahnya batu adalah gunung
Isinya batu adalah kerikil
Sebabnya batu adalah utama dan prima
Akibat batu adalah predikat atau sifat
Dialeknya batu adalah benturan
Sejarahnya batu adalah menembus ruang dan waktu
Skeptisnya batu adalah gempa
Kesadarannya batu adalah dipersepsi
Khayalannya batu adalah dikhayalkan sebagai subyek
Bercintanya batu adalah subyeknya bercinta
Utilitariannya batu adalah ada, mengada dan pengada
Teleologinya baru adalah yang ada dan mungkin ada
Transendennya batu adalah rumah para dewa
Realismenya batu adalah penampakan batu
Konsistennya batu adalah sekali batu tetap batu
Korespondensinya batu adalah sama-sama dipersepsi
Jiwanya batu adalah subyek
Ideologinya batu adalah tembok Berlin
Kontradiksinya batu adalah batu apung

Setelah melakukan tes jawab singkat, Bapak memberikan kesempatan bagi kami para mahasiswa untuk mengajukan pertanyaan. Beberapa pertanyaan yang muncul dan peryataan dari Bapak Prof. Marsigit saya coba refleksikan dalam tulisan berikut ini:

Pertanyaan 1: Terkait dengan menembus ruang dan waktu yang tingkatannya yaitu spiritual, normatif, insting/intuisi, pengalaman tetapi mengapai ujian filsafat bisa seperti itu?

Siang dan malam adalah struktur dunia. Semua makhluk di dunia ini juga memiliki struktur sadar atau tidak sadar. Filsafat itu intensif dan ekstensif, dalam sedalam-dalamnya, luas seluas-luasnya. Jika seseorang ingin mengidentifikasi semua struktur yang ada di dunia ini maka ia tidaka akan pernah bisa untuk menyelesaikannya. Di dalam mempelajari filsafat terdapat struktur-struktur yang bermanfaat, efisien, efektif, yang bisa digunakan yaitu material, formal, normatif, dan spiritual yang gunanya untuk menyadarkan kita sebagai makhluk. Terdapat bermiliar-miliar sifat dari kehidupan, bermiliar-miliar indikator kriteria baik dan sukses. Jika seseorang ingin sukses maka sopan santunlah terhadap ruang dan waktu. Sopan santun terhadap ruang dan waktu adalah bukan hal yang diam dan tetap tetapi merupakan sesuatu yang dinamik atau seimbang antara diam dan tetap. Jangankan manusia, batupun mampu untuk menembus ruang dan waktu. Sadar atau tidak sadar batu mengalami perubahan pada ruang dan waktunya yang menyadari hal tersebut adalah subyeknya, yang menjadi masalah adalah bagaimana cara subyek atau keterampilannya dalam menembus ruang dan waktu. Tes jawab singkat ketiga ini menjadi contoh, untuk bisa menembus ruang dan waktu adalah kita memerlukan perbendaharaan kata. Sebenar-benarnya dunia adalah bahasa maka menurut filsafat, bahasa atau analitik merupakan kata-kata seseorang. Sebenar-benarnya kata-kata yang bersumber dari seseorang adalah menunjukkan dunianya, maka berhati-hatilah ketika berucap atau berkata-kata karena menurut segi spiritual kata-kata atau ucapan adalah doa. Berhati-hatilah ketika marah, seorang pemarah merupakan determinist. Determinist itu adalah menembus ruang dan waktu yang salah. Maka perjuangan hidup yang benar adalah menembus ruang dan waktu yang bijaksana. Setiap orang memiliki cara yang berbeda-beda dalam menembus ruang dan waktunya. Di dalam filsafat, seseorang dapat membangun dunia dari yang ada dan mungkin ada dengan memiliki keterampilan dalam menembus ruang dan waktu. Agar dapat menembus ruang dan waktu benar dan baik sesuai dengan tujuan, diperlukan pengetahuan dan perbendaharaan kata. Misalkan percaya pada hubungan antara subyek dan obyek antara wadah dan isi. Hubungan disini artinya menghubungkan antara di luar dan di dalam. Fungsi dari tes yang di atas bukan untuk menguji tetapi mengadakan sesuatu yang mungkin ada menjadi ada. Tetapi terkadang kami sebagai mahasiswa tidak menyadari. Pura-pura mengerti tetapi tidak mengerti. Hal ini merupakan musuh besar dalam berfilsafat, memerangi diri sendiri lebih berat daripada memerangi orang lain. Memerangi diri sendiri adalah menyadari bahwa ia telah mengerti ketidakmengertiannya.

Pertanyaan 2: Bagaimana filsafat itu memandang kepercayaan, kepada seseorang sedangkan untuk bisa mempercayai orang tersebut sangatlah sulit?


Percaya itu ada di dalam dan ada di luar, ada di dalam hubungan antara subyek dan obyek. Jika seseorang sebagai subyek maka yang di luar dari seseorang itu obyeknya atau sifat-sifatnya. Berfilsafat itu fungsinya mencari kepastian dan kebenaran, tetapi jika seseorang mencari kepastian itu pertanda bahwa seseorang itu tertangkap oleh ruang dan waktu yang salah atau terjebak dalam mitos. Kepastian itulah yang disebut dengan mitos, kecuali kepastian itu adalah keyakinan seseorang dalam hal spiritualitas atau keyakinan dan kepercayaan kita kepada Sang Pencipta. Tujuan dari filsafat adalah membongkar kepastian itu. Ketidakpercayaan ini memiliki aliran, jika ketidakpercayaan tersebut dibangun maka jadilah dunia yang penuh dengan ketidakpercayaan. Di dalam filsafat, hal ini disebut dengan skeptisisme dan tokohnya adalah Rene Descartes. Dimana ia sering bermimpi dan mimpinya sangat nyata, ia tidak bisa membedakan antara dunia mimpi dan dunia nyata.  Sampai-sampai ia meragukan keyakinannya terhadap Tuhan, sehingga ia mencari kepastian apa yang bisa dijadikan tonggak kepastian. Ternyata, kepastian yang diperolehnya adalah ia menyadari bahwa ia sedang bertanya pada dirinya sendiri apakah ia berada di alam mimpi atau nyata. Hal ini menyadarkan ia bahwa dengan bertanya dan memikirkan hal tersebut berarti ia tidak dalam keadaan bermimpi. Ia merasa ada dan berada di alam nyata karena ia sedang berpikir. Corgito Ergosum “Aku ada karena aku berpikir”. Seseorang ada karena ia mengadakan dirinya, menunjukkan dirinya dengan berkarya.. dan jika seseorang dipenuhi dengan ketidakpastian atau penuh dengan keragu-raguan hendaknya ia berdoa. Berdoalah dengan adab dan tata cara yang benar.

0 komentar:

Posting Komentar